Anemia Defisiensi Besi dan Anemia Aplastik

May 6, 2010 at 6:24 am (kuliahQ)

1. Definisi dan jenis-jenis anemia

Anemia adalah kondisi dimana terjadi penurunan kadar hemoglobin, yang biasanya juga disertai oleh penurunan kadar eritrosit dan hematokrit sehingga kebutuhan tubuh terhadap oksien kurang terpenuhi.

Tabel: Batas normal kadar hemoglobin

Kelompok Umur Hemoglobin
Anak

Dewasa

6 bulan s/d 6 tahun

6 tahun s/d 14 tahun

Laki-laki

Wanita

Wanita hamil

11

12

13

12

11

Sumber: WHO

Berdasarkan patogenesanya, anemia dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu:

  1. Anemia defisiensi à tidak tersedianya zat-zat yang diperlukan untuk memproduksi hemoglobin tidak cukup sehingga menyebabkan anemia. Zat-zat tersebut antara lain zat besi, vitamin B12, asam folat dan protein. Anemia defisiensi yang sering terjadi adalah anemia defisiensi besi.
  2. Anemia hipoplasi/aplasi à adanya gangguan pada fungsi sumsum tulang yang memproduksi sel darah merah sehingga terjadinya penurunan sel darah dan terjadi pansitopenia.
  3. Anemia hemolitik à anemia yang disebabkan oleh peningkatan kecepatam destruksi eritrosit.
  4. Anemia post hemoragic à anemia yang disebabkan oleh adanya perdarahan.

Menurut morfologi eritrositnya, anemia dapat dibagi menjadi tiga:

  1. Anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
  2. Anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
  3. Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).

2. Epidemiologi anemia

Sekitar 30% penduduk dunia menderita anemia, dan lebih dari setengahnya adalah anemia defisiensi besi. Prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia belum ada data yang pasti, Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil serta 46-92% pada wanita hamil.  Sedangkan angka kejadian anemia di Indonesia berdasarkan SKRT 1995 pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah 40,5 %, dan 47,2% pada usia 5-9 tahun serta 10-14 tahun.

Anemia aplastik jarang terjadi. Kejadiannya kira-kira 2-6 kasus per satu juta penduduk dunia. Frekuensi tertinggi anemia aplastik terjadi pada orang berusia 15 sampai 25 tahun; peringkat kedua terjadi pada usia 65 sampai 69 tahun. Anemia aplastik lebih sering terjadi di Timur Jauh, dimana insiden kira-kira 7 kasus persejuta penduduk di Cina, 4 kasus persejuta penduduk di Thailand dan 5 kasus persejuta penduduk di Malaysia. Peningkatan insiden ini diperkirakan berhubungan dengan faktor lingkungan seperti peningkatan paparan dengan bahan kimia toksik, dibandingkan dengan faktor genetik. Hal ini terbukti dengan tidak ditemukan peningkatan insiden pada orang Asia yang tinggal di Amerika.

3. Etiologi

a. Etiologi anemia defisiensi besi.

Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan elemen tersebut melampaui kecepatan asimilasinya.

Penyebab defisiensi besi antara lain:

  • Peningkatan penggunaan zat besi

–        Percepatan pertumbuhan pascanatal

–        Percepatan pertumbuhan remaja

  • Kehilangan darah fisiologik

–        Menstruasi

–        Kehamilan

  • Kehilangan darah patologis

–        Perdarahan saluran makanan

–        Perdarahan genitourinarius

–        Hemosiderosis paru

–        Hemolisis intravascular


  • Penurunan pengambilan besi

–        Makanan kaya gandum, rendah daging

–        Pica

–        Orang lanjut usia dan orang miskin

–        Penggemar makanan tertentu

–        Malabsorpsi à gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.

Yang beresiko mengalami anemia defisiensi zat besi:

–        Wanita menstruasi

–        Wanita menyusui/hamil karena peningkatan kebutuhan zat besi

–        Bayi, anak-anak dan remaja yang merupakan masa pertumbuhan yang cepat

–        Orang yang kurang makan makanan yang mengandung zat besi, jarang makan daging dan telur selama bertahun-tahun.

–        Menderita penyakit maag.Penggunaan aspirin jangka panjang

–        Colon cancer

–        Vegetarian karena tidak makan daging, akan tetapi dapat digantikan dengan brokoli dan bayam.

b. Etiologi anemia aplastik

Berdasarkan penyebabnya, anemia aplastik dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu:

  1. Idiopatik : bila kausanya tidak diketahui; ditemukan pada kira-kira 50% kasus.
  2. Sekunder : bila kausanya diketahui. Antara lain disebabkan oleh: radiasi, bahan-bahan kimia dan obat-obatan, efek regular (dari bahan-bahan sitotoksik, benzene), reaksi idiosinkratik (Kloramfenikol, NSAID, Anti epileptic, bahan-bahan kimia dan obat-obat lainya), virus (virus Epstein-Barr, virus hepatitis non-A, non-B, non-C, dan non-G, parvovirus, Human immunodeficiency virus), penyakit-penyakit Imun (eosinofilik fasciitis, hipoimunoglobulinemia, timoma dan carcinoma timus, penyakit graft-versus-host pada imunodefisiensi), paroksismal nokturnal hemoglobinuria, dan juga kehamilan.
  3. Konstitusional : adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya anemia Fanconi. Anemia Fanconi merupakan kelainan autosomal resesif yang ditandai oleh hipoplasia sumsung tulang disertai pigmentasi coklat dikulit, hipoplasia ibu jari atau radius, mikrosefali, retardasi mental dan seksual, kelainan ginjal dan limpa.

4. Manifestasi klinis

Ada banyak gejala dari anemia, setiap individu tidak akan mengalami seluruh gejala dan apabila anemianya sangat ringan, gejalanya mungkin tidak tampak. Beberapa gejalanya antara lain; warna kulit yang pucat, mudah lelah, peka terhadap cahaya, pusing, lemah, nafas pendek, lidah kotor, kuku sendok, selera makan turun, sakit kepala (biasanya bagian frontal).

a. Manifestasi anemia defisiensi besi

Defisiensi zat besi mengganggu proliferasi dan pertumbuhan sel. Yang utama adalah sel dari sum-sum tulang, setelah itu sel dari saluran makan. Akibatnya banyak tanda dan gejala anemia defisiensi besi terlokalisasi pada sistem organ ini:

–        Glositis ; lidah merah, bengkak, licin, bersinar dan lunak, muncul secara sporadis.

–        Stomatitis angular ; erosi, kerapuhan dan bengkak di sudut mulut, tampak adanya bercak keputihan.

–        Disfagia ; nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

–        Atrofi mukosa lambung sehingga menimbulkan aklorhidria ; jarang

–        Selaput pascakrikoid (Sindrom Plummer-Vinson) ; pada defisiensi zat besi jangka panjang.

–        Koilonikia (kuku berbentuk sendok) ; karena pertumbuhan lambat dari lapisan kuku.

–        Menoragia ; gejala yang biasa pada perempuan dengan defisiensi besi.

–        Gejala penyakit dasar à Pada anemi defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut, misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami

b. Manifestasi klinis anemia aplastik

Pada anemia aplastik terdapat pansitopenia sehingga keluhan dan gejala yang timbul adalah akibat dari pansitopenia tersebut.

–        Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana timbul sindrom anemia antara lain lemah, dyspnoed’effort, palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain.

–        Pengurangan elemen lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat sistemik.

–        Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ.

5. Patofisiologis dan patogenesis

a. Anemia defisiensi besi

Di negara maju, defisiensi besi dari makanan jarang menjadi penyebab tunggal terjadinya anemia. Besi dalam makanan terdapat pada daging khusunya hati. Sumber besi ini lebih baik daripada sayuran, telur atau produk susu.

Penyebab utama anemia defisiensi besi adalah perdarahan kronik, biasanya dari uterus atau saluran cerna.  Patogenesanya terbagi atas tiga fase:

  1. Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbs besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif.
  2. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Parameter spesifik ialah kadar reseptor transferin dalam serum yang meningkat.
  3. Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoesis akan makin terganggu sehingga kadar hemoglobin akan menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer. Disebut juga iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.

b. Anemia aplastik

Setidaknya ada tiga mekanisme terjadinya anemia aplastik.

–        Anemia aplastik yang diturunkan (inherited aplastic anemia), terutama anemia Fanconi disebabkan oleh ketidakstabilan DNA.

–        Beberapa bentuk anemia aplastik yang didapatkan (acquired aplastic anemia) disebabkan kerusakan langsung stem sel oleh agen toksik, misalnya radiasi.

–        Patogenesis dari kebanyakan anemia aplastik yang didapatkan melibatkan reaksi autoimun terhadap stem sel. Anemia aplastik idiopatik saat ini mulai dipikirkan kearah reaksi autoimun ini.

Anemia Fanconi merupakan bentuk inherited anemia aplastik yang paling sering karena bentuk inherited yang lain merupakan penyakit yang langka. Kromosom pada penderita anemia Fanconi sensitif (mudah sekali) mengalami perubahan DNA akibat obat-obat tertentu. Sebagai akibatnya, pasien dengan anemia Fanconi memiliki resiko tinggi terjadi aplasia, myelodysplastic sindrom (MDS) dan akut myelogenous leukemia (AML).

6. Diagnosa dan diagnosa banding

a. Anemia defisiensi besi

  1. Anamnesis

Ditujukan untuk mengeksplorasi :

  • Riwayat penyakit sekarang.
  • Riwayat penyakit terdahulu.
  • Riwayat gizi.
  • Anamnesis mengenai lingkungan, pemaparan bahan kimia fisik serta riwayat pemakaian obat.
  1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik terhadap pasien pada konjungtiva mata, warna kulit, kuku, mulut, dan papil lidah apakah terdapat gejala umum anemia/ sindrom anemia.

  1. Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan penunjang) à pada pemeriksaan laboratorium akan didapatkan:
    1. Penurunan cadangan zat besi. Pada stadium ini, aspirasi sum-sum tulang dengan pewarnaan prusian blue jelas menunjukkan penurunan atau tidak adanya simpanan zat besi dalam makrofag. Kondisi ini diikuti oleh penurunan kadar feritin serum.
    2. Eritropoisis kekurangan zat besi. Kapasitas ikat besi total (TIBC) serum pertama-tama meningkat, lalu diikuti penurunan mendadak zat besi serum. Akibatnya saturasi fungsional transferin turun secara mencolok. Kadar saturasi transferin yang penting untuk mendukung eritropoisis adalah sekitar 15%. Dibawah nilai ini, eritropoisis kekurangan zat besi tidak dapat dihindarkan.
    3. Sel darah merah dalam sirkulasi menjadi lebih mikrositik dan hipokromik. Hal ini diikuti oleh peningkatan FEP (Free Erytrocyte Protoporphyrin).
    4. Anemia defisiensi besi yang mencolok (stadium akhir).

–  Sel darah merah menjadi sangat hipokromik dan mikrositik

–  Sering hanya kerangka tipis sitoplasma yang muncul di tepi sel darah merah. Fragmen kecil dan poikilositosis yang aneh juga dapat terlihat. Membran eritrosit kaku, kelangsungan hidup sel darah merah ini lebih pendek dalam sirkulasi.

–  Retikulosit ↓ (N: 50.000/ml³)

–  Leukosit N

–  Trombosit N/↑

–  Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia eritrosit sedang.

Diagnosis banding

Pada pasien dengan anemia hipokrom mikrositik, kemungkinan diagnostik utama adalah anemia defisiensi besi, talasemia, anemia karena radang kronik, keracunan timbal, dan anemia sideroblastik.

Diagnosis banding anemia mikrositik hipokrom

Anemia

defisiensi besi

Turunan

talasemia β

Anemia karena

penyakit kronik

Anemia

sideroblastik

Zat besi N
TIBC N N
Feritin serum N
Protoporfirin

sel darah

N N atau ↑
HbA2 N

b. Anemia aplastik

  • Anamnesa à keluhan pasien biasanya: perdarahan, badan lemah, pusing, jantung berdebar, demam, nafsu makan berkurang, pucat, sesak napas, penglihatan kabur, dan telinga berdenging
  • Pemeriksaan Fisik à sangat bervariasi, pucat ditemukan disemua pasien, perdarahan ditemukan lebih dari setengah pasien, hepatomegali ditemukan pada sebagian kecil pasien, splenomegali tidak ditemukan pada satu kasuspun.
  • Pemeriksaan Penunjang à
  1. 1. Pemeriksaan laboratorium
  2. Pemeriksaan Darah

–        Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu ditemukan.

–        Bersifat normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi.

–        Tidak ditemukan eritrosit muda atau leukosit muda dalam darah tepi.

–        Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis.

–        Jumlah granulosit ditemukan rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari 500/mm3 dan trombosit kurang dari 20.000/mm3 menandakan anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm3 menandakan anemia aplastik sangat berat. Jumlah trombosit berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.

–        Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan akibat adanya trombositopenia.

–        Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik anak dan mungkin ditemukan pada anemia aplastik konstitusional.

–        Plasma darah biasanya mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin, trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid.

–        Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif sedikit sel hematopoiesis. Limfosit, sel plasma, makrofag dan sel mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan elemen-elemen ini. Pada kebanyakan kasus gambaran partikel yang ditemukan sewaktu aspirasi adalah hiposelular. Pada beberapa keadaan, beberapa spikula dapat ditemukan normoseluler atau bahkan hiperseluler, akan tetapi megakariosit rendah.

Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Aspirasi dapat memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga aspirasi sumsum tulang ulangan dan biopsy dianjurkan untuk mengklarifikasi diagnosis.

Suatu spesimen biopsi dianggap hiposeluler jika ditemukan kurang dari 30% sel pada individu berumur kurang dari 60 tahun atau jika kurang dari 20% pada individu yang berumur lebih dari 60 tahun. International Aplastic Study Group mendefinisikan anemia aplastik berat bila selularitas sumsum tulang kurang dari 25% atau kurang dari 50% dengan kurang dari 30% sel hematopoiesis terlihat pada sumsum tulang.

2. Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan, karena banyak diantaranya memperlihatkan abnormalitas skeletal. Pada pemeriksaan MRI memberikan gambaran yang khas yaitu ketidakhadiran elemen seluler dandigantikan oleh jaringan lemak.

Diagnosa pasti à ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah dan dan pemeriksaan sumsum tulang. Pada anemia aplastik ditemukan pansitopenia disertai sumsum tulang yang miskin selularitas dan kaya akan sel lemak sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Pansitopenia dan hiposelularitas sumsum tulang tersebut dapat bervariasi sehingga membuat derajat anemia aplastik.

Diagnosa Banding

Diagnosis banding anemia yaitu dengan setiap kelainan yang ditandai dengan pansitopenia perifer. Beberapa penyebab pansitopenia:

–        Kelainan sumsum tulang à myelodisplasia, Leukemia akut, Myelofibrosis, Penyakit Infiltratif (limfoma, myeloma, carcinoma, hairy cell leukemia), Anemia megaloblastik

–        Kelainan bukan sumsum tulang à Hipersplenisme, Sistemik lupus eritematosus, Infeksi: tuberculosis, AIDS, leishmaniasis, brucellosis.

Kelainan yang paling sering mirip dengan anemia aplastik berat yaitu sindrom myelodisplastik dimana kurang lebih 5 sampai 10 persen kasus sindroma myelodisplasia tampak hipoplasia sumsum tulang. Beberapa ciri dapat membedakan anemia aplastik dengan sindrom myelodisplastik yaitu pada myelodisplasia terdapat morfologi film darah yang abnormal (misalnya poikilositosis, granulosit dengan anomali pseudo-Pelger- Hüet), prekursor eritroid sumsum tulang pada myelodisplasia menunjukkan gambaran disformik serta sideroblast yang patologis lebih sering ditemukan pada myelodisplasia daripada anemia aplastik. Selain itu, precursor granulosit dapat berkurang atau terlihat granulasi abnormal dan megakariosit dapat menunjukkan lobulasi nukleus abnormal (misalnya mikromegakariosit unilobuler).

Kelainan seperti leukemia akut dapat dibedakan dengan anemia aplastik yaitu dengan adanya morfologi abnormal atau peningkatan dari sel blast atau dengan adanya sitogenetik abnormal pada sel sumsum tulang. Leukemia akut juga biasanya disertai limfadenopati, hepatosplenomegali, dan hipertrofi gusi.

Hairy cell leukemia sering salah diagnosa dengan anemia aplastik. Hairy cell leukemia dapat dibedakan dengan anemia aplastik dengan adanya splenomegali dan sel limfoid abnormal pada biopsi sumsum tulang.

Pansitopenia dengan normoselular sumsum tulang biasanya disebabkan oleh sistemik lupus eritematosus (SLE), infeksi atau hipersplenisme. Perbedaannya adalah selularitas sumsum tulang yang normoselular.

7. Penatalaksanaan

a. Anemia defisiensi besi

Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diit yang benar untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumblah hemoglobin dan cadangan zat besi. CDC merekomendasikan penggunaan elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali perhari bagi remaja yang menderita anemia.

Zat besi paling baik diabsorpsi jika dimakan diantara waktu makan. Efek sampingnya,ketidaknyamanan abdominal, yang ditandai dengan kembung, rasa penuh dan rasa sakit yang kadang-kadang, biasanya muncul dengan sediaan besi ini. Tetapi resiko efek samping ini dapat dikurangi dengan cara menaikkan dosis secara bertahap, menggunakan zat besi dosis rendah, atau menggunakan preparat yang mengandung elemen besi yang rendah, salah satunya glukonat ferosus.Retikulositosis dimulai 3-4 hari setelah inisiasi terapi zat besi, dengan puncaknya sekitar 10 hari.

Terapi besi parenteral

à sangat efektif, tetapi beresiko besar dan mahal. Terapi ini hanya untuk pasien dengan indikasi berikut:

  1. Intoleransi terhadap pemberian besi oral
  2. Kepatuhan terhadap obat yang rendah
  3. Gangguan pencernaan (seperti colitis ulseratif) yang dapat kambuh jika diberikan besi oral
  4. Penyerapan besi terganggu, seperti pada gastrektomi
  5. Keadaan dimana ehilangan banyak darah sehingga tidak cukup dikompensasi dengan pemberian besi oral
  6. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan trimester ketiga atau sebelum operasi
  7. Defisiensi besi fungsional relative akibat pemberian eritropetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik

Pengobatan lain:

  1. Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari hewani
  2. Vitamin c: untuk meningkatkan absorbs besi
  3. Transfuse darah: jarang pada anemia defisiensi besi. Darah yang ditransfusikan adalah pack red cell (PRC)

b. Anemia aplastik

Manajemen awal anemia aplastik

–        Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik.

–        Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai yang dibutuhkan.

–        Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi trombosit sesuai yang dibutuhkan.

–        Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila terdapat neutropenia berat.

–        Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas bila organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi, G-CSF pada kasus yang menakutkan; bila berat badan kurang dan infeksi ada (misalnya oleh bakteri gram negatif dan jamur) pertimbangkan transfusi granulosit dari donor yang belum mendapat terapi GCSF.

–        Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik : pemeriksaan histocompatibilitas pasien, orang tua dan saudara kandung pasien.

Pengobatan spesifik aplasia sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu:

–        transplantasi stem sel allogenik

–        kombinasi terapi imunosupresif (ATG, siklosporin dan metilprednisolon) atau pemberian dosis tinggi siklofosfamid.

–        Terapi standar untuk anemia aplastik meliputi imunosupresi atau transplantasi sumsum tulang.

a. Pengobatan suportif

Bila terapat keluhan akibat anemia, diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Transfusi trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar trombosit dibawah 20.000/mm3 sebagai profilaksis. Bila terjadi sensitisasi, donor diganti dengan yang cocok HLA-nya (orang tua atau saudara kandung). Pemberian transfusi leukosit sebagai profilaksis masih kontroversial dan tidak dianjurkan karena efek samping yang lebih parah daripada manfaatnya.

b. Terapi imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA). ATG atau ALG diindikasikan pada:

–          Anemia aplastik bukan berat

–          Pasien tidak mempunyai donor sumsum tulang yang cocok

–          Anemia aplastik berat, yang berumur lebih dari 20 tahun dan pada saat pengobatan tidak terdapat infeksi atau pendarahan atau dengan granulosit lebih dari 200/mm3

Pada terapi ATG dapat terjadi reaksi alergi ringan sampai berat sehingga selalu diberikan bersama-sama dengan kortikosteroid. Siklosporin juga diberikan.

c. Terapi penyelamatan (Salvation therapy)

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik dan pemberian steroid anabolik. Pemberian faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik seperti Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF) bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter. Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang. Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastik ringan dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat.

d. Transplantasi sumsum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan utama pada pasien anemia aplastik berat berusia muda yang memiliki saudara dengan kecocokan HLA. Akan tetapi, transplantasi sumsum tulang allogenik tersedia hanya pada sebagan kecil pasien (hanya sekitar 30% pasien yang mempunyai saudara dengan kecocokan HLA). Batas usia untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor.

Pasien yang mendapatkan transplantasi sumsum tulang memiliki survival yang lebih baik daripada pasien yang mendapatkan terapi imunosupresif. Akan tetapi survival pasien yang menerima transplanasi sumsum tulang namun telah mendapatkan terapi imunosupresif lebih jelek daripada pasien yang belum

mendapatkan terapi imunosupresif sama sekali.

8. Prognosis

a. Anemia defisiensi besi

Prognosis baik apabila penyebab anemianya hanya karena kekurangan besi saja dan diketahui penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat.

Jika terjadi kegagalan dalam pengobatan, perlu dipertimbangkan beberapa kemungkinan sebagai berikut :

–          Diagnosis salah

–          Dosis obat tidak adekuat

–          Preparat Fe tidak tepat atau kadaluarsa

–          Perdarahan yang tidak teratasi atau perdarahan yang tidak tampak berlangsung menetap

–          Disertai penyakit yang mempengaruhi absorpsi dan pemakaian besi (infeksi, keganasan, penyakit hati, penyakit ginjal,penyakit tiroid,penyakit defisiensi vitamin B12, asam folat ).

–          Gangguan absorpsi saluran cerna

b. Anemia aplastik

Riwayat alamiah anemia aplastik dapat berupa:

1. Berakhir dengan remisi sempurna à jarang terjadi kecuali iatrogenic akibat radiasi atau kemoterapi

2. Meninggal dalam satu tahun à terjadi pada sebagian besar kasus

3. Bertahan hidup selama 20 tahun atau lebih.

9. Sistem Rujukan

Untuk pasien dengan anemia defisiensi besi, dokter keluarga harus mampu menaganinya tanpa harus dirujuk, seperti dengan memberikan preparat besi. Namun, pada kasus anemia aplastik yang butuh prosedur BMP untuk menegakkan diagnosis bisa dirujuk ke dokter yang lebih berkompeten untuk melakukannya. Sebelum dirujuk, pasien harus ditangani keluhan-keluhan yang dirasakannya.

Leave a comment